Tas merek eiger ia isi dengan empat buah buku tebal. Tipler, Purcell Varberg I & II, Malvino. sekiranya jika ditimbang beratnya sama dengan sebuah mesin Milling untuk pembuatan lapisan TiO2. Pulpen, Catatan harian, Buku kuliah, spidol hitam, kertas HVS, jaga jaga kalau nanti terpaksa menulis atau malah untuk menggambar, hp jadul dan android. “Ok, packing selesai” gumanya. Ia berkuliah di sebuah kampus negeri yang berada dipinggir kota, meskipun begitu, Universitas tersebut tetaplah universitas negeri. Walaupun orang berpikiran bahwa universitas negeri lebih baik daripada universitas swasta, merupakan kesalahan pandangan secara umum. Tidak langsung dan tidak sadar kita telah disudutkan untuk memilih universitas swasta dengan jaminan anak-anak yg dititipkan ke universitas tersebut dapat menjadi sukses karena embel-embel “negeri”. Lebih parah lagi terjadi suatu ketimpangan yang kiranya tidak begitu perlu ditonjolkan apalagi di agulkan yaitu kuliah di negeri hanya sebagai “gengsi orang tua atau pun anak”, “lebih percaya diri, karena tidak disebut kuper”, “merasa lebih unggul dibanding mahasiswa swasta”.
Pemikiran seperti itu membuat miris hatinya, mengapa harus ada perbedanaan antara negeri dan swasta, apakah kita berbeda tujuan? apakah kita di didik untuk menjadi manusia yang bertolak belakang?. capek rasanya. Dibuang jauh-jauh pikiran itu, mual bisa selalu seperti itu disetiap saat dan waktu yang tidak diharapkan. “sreet, klik,” Baca lebih lanjut